Percaya tidak percaya !!!
Ternyata
sebelum kedatangan Christoper Columbus (yang katanya penemu benua
Amerika), umat Islam sudah terlebih dahulu menemukannya. Sebuah fakta
yang tak terbantahkan lagi jika umat Islam sudah lebih dulu berada di
daratan luas yang kini bernama Amerika, jauh beberapa abad sebelum
kedatangan Columbus yang meng-klaim sebagai penemu Amerika. Fakta yang
paling gampang ditemui nama serupa dengan kota suci umat Islam seperti
Mecca di Indiana, Medina di Idaho, Medina di New York, Medina dan Hazen
di North Dakota, Medina di Ohio, Medina di Tennessee, Medina di Texas
yang paling besar dengan penduduk 26,000, Medina di Ontario Canada, kota
Mahomet di Illinois, Mona di Utah, dan Arva di Ontario Canada, dan
beberapa nama seperti California (Caliph Haronia), Alabama (Alah
Bumnya), Arkansas (Arkan-sah) dan Tennesse (Tanasuh), T Allah Hassee
(Tallahassee), Alhambra, Islamorada dan sekitar 500 nama kota lainnya
berasal dari kata Arab.
Sebelum Saya NgePOST ini saya cari2x dokument2x tentang ini " ini versi lengkap "Masih penasaran? Silahkan baca lebih lanjut posting-an dibawah ini.
Distorsi Sejarah Islam Amerika
Sejarah resmi selama ini mengatakan bahwa Christopher Columbus-lah yang menemukan daratan luas yang kemudian disebut Amerika. Hal ini ternyata tidak benar. Karena 70 tahun sebelum Columbus menjejakkan kaki di amerika, daratan yang disangkanya India, Laksamana Muslim dari China bernama Ceng Ho (Zheng He) telah mendarat di Amerika. Bahkan berabad sebelum Ceng Ho, pelaut-pelaut Muslim dari Spanyol dan Afrika Barat telah membuat kampung-kampung di Amerika dan berasimilasi secara damai dengan penduduk lokal di sana. Penemu Amerika bukanlah Columbus. Penemu Amerika adalah Umat Islam. Mereka menikah dengan penduduk lokal, orang-orang Indian, sehingga menjadi bagian dari local-genius Amerika.
Ada sejumlah literatur yang berangkat dari fakta-fakta empirik bahwa umat Islam sudah hidup di Amerika beberapa abad sebelum Colombus datang. Salah satunya yang paling popular adalah essay Dr. Youssef Mroueh, dari Preparatory Commitee for International Festivals to celebrate the millennium of the Muslims arrival to the Americas, tahun 1996, yang berjudul “Precolumbian Muslims in America”.
Dalam essaynya, Doktor Mroueh menulis, “Sejumlah fakta menunjukkan bahwa Muslimin dari Spanyol dan Afrika Barat tiba di Amerika sekurang-kurangnya lima abad sebelum Columbus. Pada pertengahan abad ke-10, pada waktu pemerintahan Khalifah Umayyah, yaitu Abdurrahman III (929 – 961M), kaum Muslimin yang berasal dari Afrika berlayar ke Barat dari pelabuhan Delbra (Palos) di Spanyol, menembus “samudra yang gelap dan berkabut”. Setelah menghilang beberapa lama, mereka kembali dengan sejumlah harta dari negeri yang “tak dikenal dan aneh”. Ada kaum Muslimin yang tinggal bermukim di negeri baru itu, dan mereka inilah kaum imigram Muslimin gelombang pertama di Amerika.”
Granada, benteng pertahanan terakhir ummat Islam di Eropa jatuh pada tahun 1492. Pada pertengahan abad ke-16 terjadilah pemaksaan besar-besaran secara kejam terhadap orang-orang Yahudi dan Muslimin untuk menganut agama Katholik, yang terkenal dalam sejarah sebagai Spanish Inquisition. Pada masa itu keadaan orang-orang Yahudi dan orang-orang Islam sangat menyedihkan, karena penganiayaan dari pihak Gereja Katolik Roma yang dilaksanakan oleh inkuisisi tersebut. Ada tiga macam sikap orang-orang Yahudi dan orang-orang Islam dalam menghadapi inkusisi itu:
* Pertama, yang tidak mau beralih agama. Akibatnya mereka disiksa kemudian dieksekusi dengan dibakar atau dipancangkan di kayu salib.
* Kedua, beralih agama menjadi Katholik Roma. Mereka itu diawasi pula apakah memang berganti agama secara serius atau tidak. Kelompok orang Islam yang beralih agama itu disebut kelompok Morisko, sedangkan yang dari agama Yahudi disebut kelompok Marrano.
* Ketiga, melarikan diri atau hijrah menyeberang Laut Atlantik yang dahulunya dinamakan Samudra yang gelap dan berkabut. Inilah kelompok imigran gelombang kedua di negeri baru itu.
Penganiayaan itu mencapai puncaknya semasa Paus Sixtus V (1585-1590). Sekurang-kurangnya ada dua dokumen yang menyangkut inkusisi ini. Yang pertama, Raja Spanyol Carlos V mengeluarkan dekrit pada tahun 1539 melarang penduduk bermigrasi ke Amerika Latin bagi keturunan Muslimin yang dihukum bakar dan dieksekusi di kayu sula itu. Yang kedua dekrit itu diratifikasi pada 1543, dan disertai perintah pengusiran Muslimin keluar dari jajahan Spanyol di seberang laut Atlantik. Ini adalah bukti historis adanya imigran Muslimin gelombang kedua sebelum tahun 1543 (dekrit kedua). Ada banyak literatur yang membuktikan adanya kehadiran Muslimin gelombang pertama ke Amerika jauh sebelum zaman Columbus. Bukti-bukti itu antara lain:
* Abul-Hassan Ali Ibnu Al-Hussain Al-Masudi merupakan seorang pakar sejarah dan geografi yang hidup dari tahun 871-957 M. Dalam karyanya yang berjudul “Muruj adh-dhahab wa maad aljawhar” (Hamparan Emas dan Tambang Permata), Abu Hassan menulis bahwa pada waktu pemerintahan Khalifah Abdullah Ibn Muhammad (888-912), penjelajah Muslim Khasykhasy Ibn Sa’ied Ibn Aswad dari Cordova-Spanyol, telah berlayar dari Delba (Palos) pada 889, menyeberang Samudra yang gelap dan berkabut dan mencapai sebuah negeri yang asing (al-ardh majhul) dan kembali dengan harta yang mentakjubkan. Pada peta Al-Masudi terbentang luas negeri yang disebutnya dengan al-ardh majhul. [Al-Masudi: Muruj Adh-Dhahab, Vol. 1, P. 1385]
* Loe Weiner, pakar sejarah dari Harvard University, dalam bukunya “Africa and the Discovery of America” (1920) menulis bahwa Columbus telah mengetahui kehadiran orang-orang Islam yang tersebar seluas Karibia, Amerika Tengah dan Utara, termasuk Canada. Mereka berdagang dan telah melakukan asimilasi perkawinan dengan orang-orang Indian dari suku Iroquois dan Algonquin.
* Geografer dan pembuat peta bernama Al-Syarif Al-Idrisi (1099- 1166) menulis dalam bukunya yang terkenal Nuzhat al-Musytaq fi Ikhtiraq al-Afaaq (Ekskursi dari yang Rindu Mengarungi Ufuq) bahwa sekelompok pelaut dari Afrika Utara berlayar mengarungi Samudra yang gelap dan berkabut dari Lisbon (Portugal) dengan maksud mendapatkan apa yang ada di balik samudra itu, betapa luasnya dan di mana batasnya. Mereka menemukan pulau yang penghuninya bercocok tanam dan telah mempergunakan bahasa Arab.
* Columbus dan para penjelajah Spanyol serta Portugis mampu melayari menyeberang Samudra Atlantik dalam jarak sekitar 2400 km, adalah karena bantuan informasi geografis dan navigasi dari peta yang dibuat oleh pedagang-pedagang Muslimin, termasuk informasi dari buku tulisan Abul Hassan Al-Masudi yang berjudul Akhbar az-Zaman. Tidak banyak diketahui orang, bahwa Columbus dibantu oleh dua orang nakhoda Muslim pada waktu ekspedisi pertamanya menyeberang transatlantik. Kedua kapten Muslim itu adalah dua bersaudara Martin Alonso Pinzon yang menakodai kapal Pinta, dan Vicente Yanez Pinzon yang menakodai kapal Nina. Keduanya adalah hartawan yang mahir dalam seluk-beluk perkapalan, membantu Columbus dalam organisasi ekspedisi itu, dan mempersiapkan perlengkapan kapal bendera Santa Maria. Bersaudara Pinzon ini masih memiliki ikatan kekeluargaan dengan Abuzayan Muhammad III (1362-66), Sultan Maroko dari dinasti Marinid (1196-1465). (Thacher, John Boyd: Christopher Columbus, New York 1950).
* Para antropologis telah menemukan prasasti dalam bahasa Arab di lembah Mississipi dan Arizona. Dari prasasti itu diperoleh keterangan bahwa imigran itu membawa juga gajah dari Afrika. (Winters, Clyde Ahmad: Islam in Early North and South America, Al-Ittihad, July 1977, p.60)
* Columbus menulis bahwa pada hari Senin, 21 Oktober 1492, sementara ia berlayar dekat Gibara pada bagian tenggara pantai Cuba, Columbus menyaksikan masjid di atas puncak bukit yang indah. Reruntuhan beberapa masjid dan menaranya serta tulisan ayat Al Quran telah didapatkan di berbagai tempat seperti Cuba, Mexico, Texas, dan Nevada. (Thacher, John Boyd: Christopher Columbus, New York 1950)
* Dr. Barry Fell dari Harvard University menulis bahwa fakta-fakta ilmiah telah menunjukkan bahwa berabad-abad sebelum Columbus, telah bermukim kaum Muslimin di Benua Baru dari Afrika Utara dan Barat. Dr. Fell mendapatkan adanya sekolah-sekolah Islam di Valley of Fire, Allan Springs, Logomarsino, Keyhole, Canyon, Washoe, dan Hickison Summit Pass (Nevada), Mesa Verde (Colorado), Mimbres Valley (New Mexico) dan Tipper Canoe (Indiana) dalam tahun-tahun 700-800. (FellL, Barry: Saga America, New York, 1980] dan GYR,DONALD: Exploring Rock Art, Santa Barbara, 1989).
Di sekujur benua Amerika kita akan bisa mendapatkan jejak-jejak umat Islam gelombang pertama dan kedua, jauh sebelum kedatangan Columbus. Lihat peta Amerika hari ini buatan Rand McNally dan cermati nama-nama tempat yang ada di Amerika. Di tengah kota Los Angeles terdapat nama kawasan Alhambra, juga nama-nama teluk El Morro dan Alamitos, serta nama-nama tempat seperti Andalusia, Attilla, Alla, Aladdin, Albany, Alcazar, Alameda, Alomar, Almansor, Almar, Alva, Amber, Azure, dan La Habra.
Di bagian tengah Amerika, dari selatan hingga Illinois terdapat nama-nama kota Albany, Andalusia, Attalla, Lebanon, dan Tullahoma. Di negara bagian Washington misalnya, terdapat kota Salem. Lalu di Karibia (ini jelas kata Arab) dan Amerika Tengah misalnya ada nama Jamaika, Pulau Cuba (berasal dari kata Quba?) dengan ibukotanya La Habana (Havana), serta pulau-pulau Grenada, Barbados, Bahama, dan Nassau.
Di Amerika Selatan terdapat nama kota-kota Cordoba (di Argentina), Alcantara (di Brazil), Bahia (di Brazil dan Argentina). Nama-nama pegunungan Appalachian (Apala-che) di pantai timur dan pegunungan Absarooka di pantai barat. Kota besar di Ohio pada muara sungai Wabash yang panjang dan meliuk-liuk bernama Toledo, satu nama universitas Islam ketika Islam masih berjaya di Andalusia, Spanyol.
Menurut Dr. Youssef Mroueh, sekarang saja terdapat tidak kurang dari 565 nama tempat di Amerika Utara, baik di negara bagian, kota, sungai, gunung, danau, dan desa yang diambil dari nama Islam ataupun nama dengan akar kata bahasa Arab. Sebanyak 484 di Amerika Serikat dan 81 di Canada. Ini merupakan bukti yang tak terbantahkan bahwa Islam telah ada di sana sebelum Columbus mendarat. Dr. A. Zahoor bahkan menegaskan bahwa nama negara bagian seperti Alabama, sebenarnya berasal dari kata Allah-bamya, dan juga nama negara Arkansas berasal dari kata Arkan-Sah, serta Tennesse dari kata Tanasuh.
Dr. Mroueh juga menuliskan beberapa nama yang dicatatnya malah merupakan nama kota suci kita seperti Mecca di Indiana, Medina di Idaho, Medina di New York, Medina dan Hazen di North Dakota, Medina di Ohio, Medina di Tennessee, Medina di Texas yang paling besar dengan penduduk 26,000, Medina di Ontario Canada, kota Mahomet di Illinois, Mona di Utah, dan Arva di Ontario Canada.
Ketika Columbus mendarat di kepulauan Bahama pada 12 Oktober 1492, pulau itu sudah dinamai Guanahani oleh penduduknya. Kata ini berasal dari bahasa Mandika yang merupakan turunan dari bahasa Arab. Dilaporkan oleh Columbus bahwa penduduk asli di sini bersahabat dan suka menolong. Guana, yang hingga hari ini masih banyak dipakai sebagai nama di kawasan Amerika Tengah, Selatan dan Utara, berasal dari kata Ikhwana yang berarti ’saudara’ dalam bahasa Arab.
Guanahani berarti tempat keluarga Hani bersaudara. Namun Columbus dengan seenaknya menamakan tempat ini sebagai San Salvador dan merampas kepemilikan pulau itu atas nama kerajaan Spanyol. Columbus dalam catatannya menuliskan bahwa pada 21 Oktober 1492 dia melihat rerunruthan masjid dan menaranya lengkap dengan tulisan ayat-ayat Al Qur’an telah ditemukan selain di Cuba, juga di Mexico, Texas, dan Nevada.
Perlayaran melintasi Lautan Atlantik dari Maroko dicatat juga oleh penjelajah laut Shaikh Zayn-eddin Ali bin Fadhel Al-Mazandarani. Kapalnya berangkat dari Tarfay di Maroko pada zaman Sultan Abu-Yacoub Sidi Youssef (1286 – 1307), penguasa keenam dalam dinasti Marinid. Kapalnya mendarat di pulau Green di Laut Karibia pada tahun 1291. Menurut Dr. Mroeh, catatan perjalanan ini banyak dijadikan referensi oleh ilmuwan Islam.
Sultan-sultan dari kerajaan Mali di Afrika barat yang beribukota di Timbuktu, ternyata juga melakukan perjalanan sendiri hingga ke benua Amerika. Sejarawan Chihab Addin Abul-Abbas Ahmad bin Fadhl Al Umari (1300 – 1384) mencatat berbagai ekpedisi ini dengan cermat. Timbuktu yang kini dilupakan orang, dahulunya merupakan pusat peradaban, perpustakaan dan keilmuan yang maju di Afrika. Ekpedisi perjalanan darat dan laut banyak dilakukan orang menuju Timbuktu atau berawal dari Timbuktu. Sultan yang tercatat melanglang buana hingga ke benua baru saat itu adalah Sultan Abu Bakari I (1285 – 1312), saudara dari Sultan Mansa Kankan Musa (1312 – 1337), yang telah melakukan dua kali ekspedisi melintas Lautan Atlantik hingga ke Amerika dan bahkan menyusuri sungai Mississippi.
Sultan Abu Bakari I melakukan eksplorasi di Amerika tengah dan utara dengan menyusuri sungai Mississippi antara tahun 1309-1312. Para eksplorer ini berbahasa Arab. Dua abad kemudian, penemuan benua Amerika diabadikan dalam peta berwarna Piri Re’isi yang dibuat tahun 1513, dan dipersembahkan kepada raja Ottoman Sultan Selim I (1517). Peta ini menunjukkan belahan bumi bagian barat, Amerika selatan dan bahkan benua Antartika, dengan penggambaran pesisiran Brasil secara akurat.
Indian dan Umat Islam
Beberapa nama-nama suku Indian dan kepala sukunya juga berasal dari akar kata bahasa Arab, seperti: Anasazi, Apache, Arawak, Cherokee (Shar-kee), Arikana, Chavin Cree, Makkah, Hohokam, Hupa, Hopi, Mahigan, Mohawk, Nazca, Zulu, dan Zuni. Kepala suku Indian Cherokee yang terkenal, Sequoyah yang nama aslinya Sikwoya, merupakan ketua suku yang sangat terkenal karena beliau menciptakan sillabel huruf-huruf (Cherokee Syllabary) bagi orang Indian pada tahun 1821. Namanya diabadikan sebagai nama pohon Redwood yang tertinggi di California, sekarang dapat disaksikan di taman hutan lindung di utara San Francisco.
sequoyah2Berlainan dengan gambaran stereotip tentang suku Indian yang selalu mengenakan bulu-bulu burung warna-warni di kepalanya, seperti yang banyak digambarkan para seniman Barat selama ini, Sequoyah (lihat gambar) selalu mengenakan sorban. Dia tidak sendirian, masih banyak ketua suku Indian yang mengenakan tutup kepala gaya orang Islam. Mereka adalah Chippewa, Creek, Iowa, Kansas, Miami, Potawatomi, Sauk, Fox, Seminole, Shawnee, Sioux, Winnebago, dan Yuchi. Bahkan sebagian dari mereka mengenakan penutup kepala yang khas Arab seperti ditunjukkan pada foto-foto tahun 1835 dan 1870
Orang-orang Indian Amerika juga memegang nilai ketuhanan dengan mempercayai adanya Tuhan yang menguasai seluruh alam semesta ini, dan Tuhan tersebut tidak teraba oleh panca indera. Mereka juga meyakini bahwa tugas utama manusia diciptakan oleh Tuhan adalah untuk memuja dan menyembahnya. Seperti penuturan seorang kepala suku Ohiyesa: ”In the life of the Indian, there was only inevitable duty -the duty of prayer- the daily recognition of the Unseen and the Eternal”. Di dalam Al Qur’an, kita diberitahukan bahwa tujuan penciptaan manusia dan jin adalah semata-mata demi untuk beribadah kepada Allah SWT.
Ahli sejarah seni Jerman, Alexander Von Wuthenau, dalam buku klasiknya “Unexpected Faces in Ancient America” (1975); serta Ivan Van Sertima dengan buku “They Came Before Columbus” (1976) dan juga mengedit buku “African Presence In Early America” di mana intelektual Perancis abad ke-19 Brasseur de Bourboug di situ mengungkapkan keberadaan orang-orang Islam di Amerika tengah, yang juga didukung essei dari P.V. Ramos dalam buku yang sama tentang keberadaan ‘Mohemmedans’ di Karibia (Carib) yang dijumpai Columbus. Beberapa literature lainnya yang bisa ditelusuri tentang hal yang sama antara lain dari ahli arkeologi dan linguis Howard Barraclough (Barry) Fell berjudul “Saga America” (1980); Colin Taylor (editor) “The Native Americans” (1991); dan orientalis Inggris De Lacy O’Leary yang menulis “Arabic Thought and It’s Place In Western History” (1992).
Salah satu buku yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia karya Gavin Menzies, seorang bekas pelaut yang menerbitkan hasil penelusurannya, menemukan adanya peta empat buah pulau di Karibia yang dibuat pada tahun 1424 dan ditandatangani oleh Zuane Pissigano, kartografer dari Venesia. Peta ini berarti dibuat 68 tahun sebelum Columbus mendarat di Amerika. Dua pulau pada peta ini kemudian diidentifikasi sebagai Puerto Rico dan Guadalupe. Menzies juga mengemukakan bahwa Laksamana Zheng He (Ceng Ho), seorang Lkasamana Cina Muslim, telah mendarat di Amerika pada tahun 1421, 71 tahun lebih awal ketimbang Columbus. Lima abad sebelumnya, Khaskhas Ibn Saeed Ibn Aswad pun telah menjejakkan kaki di Amerika. Jelas, penemu Amerika sama seklai bukan Colombus, tetapi para pionir pelayaran dunia, yakni pelaut-pelaut Islam yang ulung
.
(Diambil dari: digest.eramuslim.com – New Jerusalem, Sisi Amerika Yang Disembunyikan)
Referensi:
* CarribeanMuslims.com – USA Muslims: 7th Century Islamic inscriptions on Nevada rocks
Berbicara tentang suku Cherokee, tidak bisa lepas dari Sequoyah. Ia adalah orang asli suku cherokee yang berpendidikan dan menghidupkan kembali Syllabary suku mereka pada 1821. Syllabary adalah semacam aksara. Jika kita sekarang mengenal abjad A sampai Z, maka suku Cherokee memiliki aksara sendiri.
Yang membuatnya sangat luar biasa
adalah aksara yang dihidupkan kembali oleh Sequoyah ini mirip sekali
dengan aksara Arab. Bahkan, beberapa tulisan masyarakat cherokee abad
ke-7 yang ditemukan terpahat pada bebatuan di Nevada sangat mirip
dengan kata ”Muhammad” dalam bahasa Arab.
Nama-nama suku Indian dan kepala
sukunya yang berasal dari bahasa Arab tidak hanya ditemukan pada suku
Cherokee (Shar-kee), tapi juga Anasazi, Apache, Arawak, Arikana,
Chavin Cree, Makkah, Hohokam, Hupa, Hopi, Mahigan, Mohawk, Nazca,
Zulu, dan Zuni. Bahkan, beberapa kepala suku Indian juga mengenakan
tutp kepala khas orang Islam. Mereka adalah Kepala Suku Chippewa,
Creek, Iowa, Kansas, Miami, Potawatomi, Sauk, Fox, Seminole, Shawnee,
Sioux, Winnebago, dan Yuchi. Hal ini ditunjukkan pada foto-foto tahun
1835 dan 1870.
Secara umum, suku-suku Indian di
Amerika juga percaya adanya Tuhan yang menguasai alam semesta. Tuhan
itu tidak teraba oleh panca indera. Mereka juga meyakini, tugas utama
manusia yang diciptakan Tuhan adalah untuk memuja dan menyembah-Nya.
Seperti penuturan seorang Kepala Suku Ohiyesa : ”In the life of the
Indian, there was only inevitable duty-the duty of prayer-the daily
recognition of the Unseen and the Eternal”. Bukankah Al-Qur’an juga
memberitakan bahwa tujuan penciptaan manusia dan jin semata-mata untuk
beribadah pada Allah (*)
Bagaimana bisa Kepala suku Indian Cheeroke itu muslim?
Sejarahnya panjang.
Semangat orang-orang Islam dan Cina saat itu untuk mengenal lebih jauh planet (tentunya saat itu nama planet belum terdengar) tempat tinggalnya selain untuk melebarkan pengaruh, mencari jalur perdagangan baru dan tentu saja memperluas dakwah Islam mendorong beberapa pemberani di antara mereka untuk melintasi area yang masih dianggap gelap dalam peta-peta mereka saat itu.
Beberapa nama tetap begitu kesohor sampai saat ini bahkan hampir semua orang pernah mendengarnya sebut saja Tjeng Ho dan Ibnu Batutta, namun beberapa lagi hampir-hampir tidak terdengar dan hanya tercatat pada buku-buku akademis.
Para ahli geografi dan intelektual
dari kalangan muslim yang mencatat perjalanan ke benua Amerika itu
adalah Abul-Hassan Ali Ibn Al Hussain Al Masudi (meninggal tahun 957),
Al Idrisi (meninggal tahun 1166), Chihab Addin Abul Abbas Ahmad bin
Fadhl Al Umari (1300 – 1384) dan Ibn Battuta (meninggal tahun 1369).
Menurut catatan ahli sejarah dan ahli geografi muslim Al Masudi (871 – 957), Khashkhash Ibn Saeed Ibn Aswad seorang navigator muslim dari Cordoba di Andalusia, telah sampai ke benua Amerika pada tahun 889 Masehi. Dalam bukunya, ‘Muruj Adh-dhahab wa Maadin al-Jawhar’ (The Meadows of Gold and Quarries of Jewels), Al Masudi melaporkan bahwa semasa pemerintahan Khalifah Spanyol Abdullah Ibn Muhammad (888 – 912), Khashkhash Ibn Saeed Ibn Aswad berlayar dari Delba (Palos) pada tahun 889, menyeberangi Lautan Atlantik, hingga mencapai wilayah yang belum dikenal yang disebutnya Ard Majhoola, dan kemudian kembali dengan membawa berbagai harta yang menakjubkan.
Sesudah itu banyak pelayaran yang dilakukan mengunjungi daratan di seberang Lautan Atlantik, yang gelap dan berkabut itu. Al Masudi juga menulis buku ‘Akhbar Az Zaman’ yang memuat bahan-bahan sejarah dari pengembaraan para pedagang ke Afrika dan Asia.
Dr. Youssef Mroueh juga menulis bahwa selama pemerintahan Khalifah Abdul Rahman III (tahun 929-961) dari dinasti Umayah, tercatat adanya orang-orang Islam dari Afrika yang berlayar juga dari pelabuhan Delba (Palos) di Spanyol ke barat menuju ke lautan lepas yang gelap dan berkabut, Lautan Atlantik. Mereka berhasil kembali dengan membawa barang-barang bernilai yang diperolehnya dari tanah yang asing.
Beliau juga menuliskan menurut catatan ahli sejarah Abu Bakr Ibn Umar Al-Gutiyya bahwa pada masa pemerintahan Khalifah Spanyol, Hisham II (976-1009) seorang navigator dari Granada bernama Ibn Farrukh tercatat meninggalkan pelabuhan Kadesh pada bulan Februari tahun 999 melintasi Lautan Atlantik dan mendarat di Gando (Kepulaun Canary).
Ibn Farrukh berkunjung kepada Raja Guanariga dan kemudian melanjutkan ke barat hingga melihat dua pulau dan menamakannya Capraria dan Pluitana. Ibn Farrukh kembali ke Spanyol pada bulan Mei 999.
Perlayaran melintasi Lautan Atlantik dari Maroko dicatat juga oleh penjelajah laut Shaikh Zayn-eddin Ali bin Fadhel Al-Mazandarani. Kapalnya berlepas dari Tarfay di Maroko pada zaman Sultan Abu-Yacoub Sidi Youssef (1286 – 1307) raja keenam dalam dinasti Marinid. Kapalnya mendarat di pulau Green di Laut Karibia pada tahun 1291. Menurut Dr. Morueh, catatan perjalanan ini banyak dijadikan referensi oleh ilmuwan Islam.
Sultan-sultan dari kerajaan Mali di Afrika barat yang beribukota di Timbuktu, ternyata juga melakukan perjalanan sendiri hingga ke benua Amerika. Sejarawan Chihab Addin Abul-Abbas Ahmad bin Fadhl Al Umari (1300 – 1384) memerinci eksplorasi geografi ini dengan seksama. Timbuktu yang kini dilupakan orang, dahulunya merupakan pusat peradaban, perpustakaan dan keilmuan yang maju di Afrika. Ekpedisi perjalanan darat dan laut banyak dilakukan orang menuju Timbuktu atau berawal dari Timbuktu.
Menurut catatan ahli sejarah dan ahli geografi muslim Al Masudi (871 – 957), Khashkhash Ibn Saeed Ibn Aswad seorang navigator muslim dari Cordoba di Andalusia, telah sampai ke benua Amerika pada tahun 889 Masehi. Dalam bukunya, ‘Muruj Adh-dhahab wa Maadin al-Jawhar’ (The Meadows of Gold and Quarries of Jewels), Al Masudi melaporkan bahwa semasa pemerintahan Khalifah Spanyol Abdullah Ibn Muhammad (888 – 912), Khashkhash Ibn Saeed Ibn Aswad berlayar dari Delba (Palos) pada tahun 889, menyeberangi Lautan Atlantik, hingga mencapai wilayah yang belum dikenal yang disebutnya Ard Majhoola, dan kemudian kembali dengan membawa berbagai harta yang menakjubkan.
Sesudah itu banyak pelayaran yang dilakukan mengunjungi daratan di seberang Lautan Atlantik, yang gelap dan berkabut itu. Al Masudi juga menulis buku ‘Akhbar Az Zaman’ yang memuat bahan-bahan sejarah dari pengembaraan para pedagang ke Afrika dan Asia.
Dr. Youssef Mroueh juga menulis bahwa selama pemerintahan Khalifah Abdul Rahman III (tahun 929-961) dari dinasti Umayah, tercatat adanya orang-orang Islam dari Afrika yang berlayar juga dari pelabuhan Delba (Palos) di Spanyol ke barat menuju ke lautan lepas yang gelap dan berkabut, Lautan Atlantik. Mereka berhasil kembali dengan membawa barang-barang bernilai yang diperolehnya dari tanah yang asing.
Beliau juga menuliskan menurut catatan ahli sejarah Abu Bakr Ibn Umar Al-Gutiyya bahwa pada masa pemerintahan Khalifah Spanyol, Hisham II (976-1009) seorang navigator dari Granada bernama Ibn Farrukh tercatat meninggalkan pelabuhan Kadesh pada bulan Februari tahun 999 melintasi Lautan Atlantik dan mendarat di Gando (Kepulaun Canary).
Ibn Farrukh berkunjung kepada Raja Guanariga dan kemudian melanjutkan ke barat hingga melihat dua pulau dan menamakannya Capraria dan Pluitana. Ibn Farrukh kembali ke Spanyol pada bulan Mei 999.
Perlayaran melintasi Lautan Atlantik dari Maroko dicatat juga oleh penjelajah laut Shaikh Zayn-eddin Ali bin Fadhel Al-Mazandarani. Kapalnya berlepas dari Tarfay di Maroko pada zaman Sultan Abu-Yacoub Sidi Youssef (1286 – 1307) raja keenam dalam dinasti Marinid. Kapalnya mendarat di pulau Green di Laut Karibia pada tahun 1291. Menurut Dr. Morueh, catatan perjalanan ini banyak dijadikan referensi oleh ilmuwan Islam.
Sultan-sultan dari kerajaan Mali di Afrika barat yang beribukota di Timbuktu, ternyata juga melakukan perjalanan sendiri hingga ke benua Amerika. Sejarawan Chihab Addin Abul-Abbas Ahmad bin Fadhl Al Umari (1300 – 1384) memerinci eksplorasi geografi ini dengan seksama. Timbuktu yang kini dilupakan orang, dahulunya merupakan pusat peradaban, perpustakaan dan keilmuan yang maju di Afrika. Ekpedisi perjalanan darat dan laut banyak dilakukan orang menuju Timbuktu atau berawal dari Timbuktu.
Sultan yang tercatat melanglang buana
hingga ke benua baru saat itu adalah Sultan Abu Bakari I (1285 –
1312), saudara dari Sultan Mansa Kankan Musa (1312 – 1337), yang telah
melakukan dua kali ekspedisi melintas Lautan Atlantik hingga ke
Amerika dan bahkan menyusuri sungai Mississippi.
Sultan Abu Bakari I melakukan eksplorasi di Amerika tengah dan utara dengan menyusuri sungai Mississippi antara tahun 1309-1312. Para eksplorer ini berbahasa Arab. Dua abad kemudian, penemuan benua Amerika diabadikan dalam peta berwarna Piri Re’isi yang dibuat tahun 1513, dan dipersembahkan kepada raja Ottoman Sultan Selim I tahun 1517. Peta ini menunjukkan belahan bumi bagian barat, Amerika selatan dan bahkan benua Antartika, dengan penggambaran pesisiran Brasil secara cukup akurat.
Sequoyah, also known as George Gist Bukti lainnya adalah, Columbus sendiri mengetahui bahwa orang-orang Carib (Karibia) adalah pengikut Nabi Muhammad. Dia faham bahwa orang-orang Islam telah berada di sana terutama orang-orang dari Pantai Barat Afrika. Mereka mendiami Karibia, Amerika Utara dan Selatan. Namun tidak seperti Columbus yang ingin menguasai dan memperbudak rakyat Amerika. Orang-Orang Islam datang untuk berdagang dan bahkan beberapa menikahi orang-orang pribumi.
Lebih lanjut Columbus mengakui pada 21 Oktober 1492 dalam pelayarannya antara Gibara dan Pantai Kuba melihat sebuah masjid (berdiri di atas bukit dengan indahnya menurut sumber tulisan lain). Sampai saat ini sisa-sisa reruntuhan masjid telah ditemukan di Kuba, Mexico, Texas dan Nevada.
Dan tahukah anda? 2 orang nahkoda kapal yang dipimpin oleh Columbus kapten kapal Pinta dan Nina adalah orang-orang muslim yaitu dua bersaudara Martin Alonso Pinzon dan Vicente Yanex Pinzon yang masih keluarga dari Sultan Maroko Abuzayan Muhammad III (1362). [THACHER,JOHN BOYD: Christopher Columbus, New York 1950]
Sang penjelajah ulung
Selama ini, masyarakat dunia mengetahui kiprah Zheng He sebagai
penjelajah ulung. Dia terlahir di Kunyang, kota yang berada di sebelah
barat daya Propinsi Yunan, pada tahun 1371. Keluarganya yang bernama
Ma, adalah bagian dari warga minoritas Semur. Mereka berasal dari
kawasan Asia Tengah serta menganut agama Islam. Ayah dan kakek Zheng He
diketahui pernah mengadakan perjalanan haji ke Tanah Suci Makkah.
Sementara Zheng He sendiri tumbuh besar dengan banyak mengadakan
perjalanan ke sejumlah wilayah. Ia adalah Muslim yang taat.
Yunan adalah salah satu wilayah terakhir pertahanan bangsa Mongol, yang
sudah ada jauh sebelum masa dinasti Ming. Pada saat pasukan Ming
menguasai Yunan tahun 1382, Zheng He turut ditawan dan dibawa ke
Nanjing. Ketika itu dia masih berusia 11 tahun. Zheng He pun dijadikan
sebagai pelayan putra mahkota yang nantinya menjadi kaisar bernama Yong
Le. Nah kaisar inilah yang memberi nama Zheng He hingga akhirnya dia
menjadi salah satu panglima laut paling termashyur di dunia.
Laksamana Ceng Ho
Cheng Ho adalah seorang kasim Muslim yang menjadi orang kepercayaan Kaisar Yongle dari Tiongkok (berkuasa tahun 1403-1424), kaisar ketiga dari Dinasti Ming. Nama aslinya adalah Ma He, juga dikenal dengan sebutan Ma Sanbao (馬 三保, berasal dari provinsi Yunnan. Ketika pasukan Ming menaklukkan Yunnan, Cheng Ho
ditangkap dan kemudian dijadikan orang kasim. Ia adalah seorang bersuku
Hui, suku bangsa yang secara fisik mirip dengan suku Han, namun
beragama Islam.
Cheng Ho berlayar ke Malaka pada abad ke-15.
Pada tahun 1424, kaisar Yongle wafat. Penggantinya, Kaisar Hongxi (berkuasa tahun 1424-1425, memutuskan untuk mengurangi pengaruh kasim di lingkungan kerajaan. Cheng Ho melakukan satu ekspedisi lagi pada masa kekuasaan Kaisar Xuande (berkuasa 1426-1435).
Cheng Ho mengunjungi kepulauan di Indonesia selama tujuh kali. Ketika ke Samudera Pasai, ia memberi lonceng raksasa "Cakra Donya" kepada Sultan Aceh, yang kini tersimpan di museum Banda Aceh.
Tahun 1415, Cheng Ho berlabuh di Muara Jati (Cirebon), dan menghadiahi beberapa cindera mata khas Tiongkok
kepada Sultan Cirebon. Salah satu peninggalannya, sebuah piring yang
bertuliskan ayat Kursi masih tersimpan di Keraton Kasepuhan Cirebon.
Pernah dalam perjalanannya melalui Laut Jawa, Wang Jinghong (orang kedua dalam armada Cheng Ho) sakit keras. Wang akhirnya turun di pantai Simongan, Semarang, dan menetap di sana. Salah satu bukti peninggalannya antara lain Kelenteng Sam Po Kong (Gedung Batu) serta patung yang disebut Mbah Ledakar Juragan Dampo Awang Sam Po Kong.
Cheng Ho juga sempat berkunjung ke Kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan raja Wikramawardhana.
Cheng Ho, adalah seorang pelaut dan penjelajah Tiongkok terkenal yang melakukan beberapa penjelajahan antara tahun 1405 hingga 1433.
Biografi
Cheng
Ho adalah seorang kasim Muslim yang menjadi orang kepercayaan Kaisar
Yongle dari Tiongkok (berkuasa tahun 1403-1424), kaisar ketiga dari
Dinasti Ming. Nama aslinya adalah Ma He, juga dikenal dengan sebutan Ma
Sanbao, berasal dari provinsi Yunnan. Ketika pasukan Ming menaklukkan
Yunnan, Cheng Ho ditangkap dan kemudian dijadikan orang kasim. Ia
adalah seorang bersuku Hui, suku bangsa yang secara fisik mirip dengan
suku Han, namun beragama Islam.
Cheng
Ho berlayar ke Malaka pada abad ke-15. Saat itu, seorang putri
Tiongkok, Hang Li Po (atau Hang Liu), dikirim oleh kaisar Tiongkok
untuk menikahi Raja Malaka (Sultan Mansur Shah).
Pada
tahun 1424, kaisar Yongle wafat. Penggantinya, Kaisar Hongxi (berkuasa
tahun 1424-1425, memutuskan untuk mengurangi pengaruh kasim di
lingkungan kerajaan. Cheng Ho melakukan satu ekspedisi lagi pada masa
kekuasaan Kaisar Xuande (berkuasa 1426-1435).
Penjelajahan
Cheng Ho melakukan ekspedisi ke berbagai daerah di Asia dan Afrika, antara lain:
VietnamTaiwanMalaka / bagian dari Malaysia
Sumatra / bagian dari Indonesia
Jawa / bagian dari Indonesia
Sri LankaIndia bagian Selatan
PersiaTeluk PersiaArabLaut Merah, ke utara hingga Mesir
Afrika, ke selatan hingga Selat Mozambik
Karena
beragama Islam, para temannya mengetahui bahwa Cheng Ho sangat ingin
melakukan Haji ke Mekkah seperti yang telah dilakukan oleh almarhum
ayahnya, tetapi para arkeolog dan para ahli sejarah belum mempunyai
bukti kuat mengenai hal ini. Cheng Ho melakukan ekspedisi paling
sedikit tujuh kali dengan menggunakan kapal armadanya.
Armada
Armada
ini terdiri dari 27.000 anak buah kapal dan 307 (armada) kapal laut.
Terdiri dari kapal besar dan kecil, dari kapal bertiang layar tiga
hingga bertiang layar sembilan buah. Kapal terbesar mempunyai panjang
sekitar 400 feet atau 120 meter dan lebar 160 feet atau 50 meter.
Rangka layar kapal terdiri dari bambu Tiongkok. Selama berlayar mereka
membawa perbekalan yang beragam termasuk binatang seperti sapi, ayam
dan kambing yang kemudian dapat disembelih untuk para anak buah kapal
selama di perjalanan. Selain itu, juga membawa begitu banyak bambu
Tiongkok sebagai suku cadang rangka tiang kapal berikut juga tidak
ketinggalan membawa kain Sutera untuk dijual.
Kepulangan
Lukisan Jerapah yang dibawa oleh Cheng Ho setelah ke kembali dari Afrika Timur
Dalam
ekspedisi ini, Cheng Ho membawa balik berbagai penghargaan dan utusan
lebih dari 30 kerajaan - termasuk Raja Alagonakkara dari Sri Lanka,
yang datang ke Tiongkok untuk meminta maaf kepada kaisar Tiongkok. Pada
saat pulang Cheng Ho membawa banyak barang-barang berharga diantaranya
kulit dan getah pohon Kemenyan, batu permata (ruby, emerald dan
lain-lain) bahkan beberapa orang Afrika, India dan Arab sebagai bukti
perjalanannya. Selain itu juga membawa pulang beberapa binatang asli
Afrika termasuk sepasang jerapah sebagai hadiah dari salah satu Raja
Afrika, tetapi sayangnya satu jerapah mati dalam perjalanan pulang.
Rekor
Majalah
Life menempatkan Cheng Ho sebagai nomor 14 orang terpenting dalam
milenium terakhir. Perjalanan Cheng Ho ini menghasilkan Peta Navigasi
Cheng Ho yang mampu mengubah peta navigasi dunia sampai abad ke-15.
Dalam buku ini terdapat 24 peta navigasi mengenai arah pelayaran, jarak
di lautan, dan berbagai pelabuhan.
Cheng
Ho adalah penjelajah dengan armada kapal terbanyak sepanjang sejarah
dunia yang pernah tercatat. Juga memiliki kapal kayu terbesar dan
terbanyak sepanjang masa hingga saat ini. Selain itu beliau adalah
pemimpin yang arif dan bijaksana, mengingat dengan armada yang begitu
banyaknya beliau dan para anak buahnya tidak pernah menjajah negara
atau wilayah dimanapun tempat para armadanya merapat.
Semasa
di India termasuk ke Kalkuta, para anak buah juga membawa seni beladiri
lokal yang bernama Kallary Payatt yang mana setelah dikembangkan di
negeri Tiongkok menjadi seni beladiri Kungfu.
Cheng Ho dan Indonesia
Cheng
Ho mengunjungi kepulauan di Indonesia selama tujuh kali. Ketika ke
Samudera Pasai, ia memberi lonceng raksasa "Cakra Donya" kepada Sultan
Aceh, yang kini tersimpan di museum Banda Aceh.
Tahun
1415, Cheng Ho berlabuh di Muara Jati (Cirebon), dan menghadiahi
beberapa cindera mata khas Tiongkok kepada Sultan Cirebon. Salah satu
peninggalannya, sebuah piring yang bertuliskan ayat Kursi masih
tersimpan di Keraton Kasepuhan Cirebon.
Pernah
dalam perjalanannya melalui Laut Jawa, Wang Jinghong (orang kedua dalam
armada Cheng Ho) sakit keras. Wang akhirnya turun di pantai Simongan,
Semarang, dan menetap di sana. Salah satu bukti peninggalannya antara
lain Kelenteng Sam Po Kong (Gedung Batu) serta patung yang disebut Mbah
Ledakar Juragan Dampo Awang Sam Po Kong.
Cheng Ho juga sempat berkunjung ke Kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan raja Wikramawardhana.
Perbandingan antara kapal jung Cheng Ho ("kapal harta") (1405) dengan kapal "Santa Maria" Colombus (1492/93).
Demikian, semoga manfaat.By Adji TutorialSultan Abu Bakari I melakukan eksplorasi di Amerika tengah dan utara dengan menyusuri sungai Mississippi antara tahun 1309-1312. Para eksplorer ini berbahasa Arab. Dua abad kemudian, penemuan benua Amerika diabadikan dalam peta berwarna Piri Re’isi yang dibuat tahun 1513, dan dipersembahkan kepada raja Ottoman Sultan Selim I tahun 1517. Peta ini menunjukkan belahan bumi bagian barat, Amerika selatan dan bahkan benua Antartika, dengan penggambaran pesisiran Brasil secara cukup akurat.
Sequoyah, also known as George Gist Bukti lainnya adalah, Columbus sendiri mengetahui bahwa orang-orang Carib (Karibia) adalah pengikut Nabi Muhammad. Dia faham bahwa orang-orang Islam telah berada di sana terutama orang-orang dari Pantai Barat Afrika. Mereka mendiami Karibia, Amerika Utara dan Selatan. Namun tidak seperti Columbus yang ingin menguasai dan memperbudak rakyat Amerika. Orang-Orang Islam datang untuk berdagang dan bahkan beberapa menikahi orang-orang pribumi.
Lebih lanjut Columbus mengakui pada 21 Oktober 1492 dalam pelayarannya antara Gibara dan Pantai Kuba melihat sebuah masjid (berdiri di atas bukit dengan indahnya menurut sumber tulisan lain). Sampai saat ini sisa-sisa reruntuhan masjid telah ditemukan di Kuba, Mexico, Texas dan Nevada.
Dan tahukah anda? 2 orang nahkoda kapal yang dipimpin oleh Columbus kapten kapal Pinta dan Nina adalah orang-orang muslim yaitu dua bersaudara Martin Alonso Pinzon dan Vicente Yanex Pinzon yang masih keluarga dari Sultan Maroko Abuzayan Muhammad III (1362). [THACHER,JOHN BOYD: Christopher Columbus, New York 1950]
Sang penjelajah ulung
Selama ini, masyarakat dunia mengetahui kiprah Zheng He sebagai
penjelajah ulung. Dia terlahir di Kunyang, kota yang berada di sebelah
barat daya Propinsi Yunan, pada tahun 1371. Keluarganya yang bernama
Ma, adalah bagian dari warga minoritas Semur. Mereka berasal dari
kawasan Asia Tengah serta menganut agama Islam. Ayah dan kakek Zheng He
diketahui pernah mengadakan perjalanan haji ke Tanah Suci Makkah.
Sementara Zheng He sendiri tumbuh besar dengan banyak mengadakan
perjalanan ke sejumlah wilayah. Ia adalah Muslim yang taat.
Yunan adalah salah satu wilayah terakhir pertahanan bangsa Mongol, yang
sudah ada jauh sebelum masa dinasti Ming. Pada saat pasukan Ming
menguasai Yunan tahun 1382, Zheng He turut ditawan dan dibawa ke
Nanjing. Ketika itu dia masih berusia 11 tahun. Zheng He pun dijadikan
sebagai pelayan putra mahkota yang nantinya menjadi kaisar bernama Yong
Le. Nah kaisar inilah yang memberi nama Zheng He hingga akhirnya dia
menjadi salah satu panglima laut paling termashyur di dunia.
Laksamana Ceng Ho
Cheng Ho adalah seorang kasim Muslim yang menjadi orang kepercayaan Kaisar Yongle dari Tiongkok (berkuasa tahun 1403-1424), kaisar ketiga dari Dinasti Ming. Nama aslinya adalah Ma He, juga dikenal dengan sebutan Ma Sanbao (馬 三保, berasal dari provinsi Yunnan. Ketika pasukan Ming menaklukkan Yunnan, Cheng Ho
ditangkap dan kemudian dijadikan orang kasim. Ia adalah seorang bersuku
Hui, suku bangsa yang secara fisik mirip dengan suku Han, namun
beragama Islam.
Cheng Ho berlayar ke Malaka pada abad ke-15.
Pada tahun 1424, kaisar Yongle wafat. Penggantinya, Kaisar Hongxi (berkuasa tahun 1424-1425, memutuskan untuk mengurangi pengaruh kasim di lingkungan kerajaan. Cheng Ho melakukan satu ekspedisi lagi pada masa kekuasaan Kaisar Xuande (berkuasa 1426-1435).
Cheng Ho mengunjungi kepulauan di Indonesia selama tujuh kali. Ketika ke Samudera Pasai, ia memberi lonceng raksasa "Cakra Donya" kepada Sultan Aceh, yang kini tersimpan di museum Banda Aceh.
Tahun 1415, Cheng Ho berlabuh di Muara Jati (Cirebon), dan menghadiahi beberapa cindera mata khas Tiongkok
kepada Sultan Cirebon. Salah satu peninggalannya, sebuah piring yang
bertuliskan ayat Kursi masih tersimpan di Keraton Kasepuhan Cirebon.
Pernah dalam perjalanannya melalui Laut Jawa, Wang Jinghong (orang kedua dalam armada Cheng Ho) sakit keras. Wang akhirnya turun di pantai Simongan, Semarang, dan menetap di sana. Salah satu bukti peninggalannya antara lain Kelenteng Sam Po Kong (Gedung Batu) serta patung yang disebut Mbah Ledakar Juragan Dampo Awang Sam Po Kong.
Cheng Ho juga sempat berkunjung ke Kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan raja Wikramawardhana.
Cheng Ho, adalah seorang pelaut dan penjelajah Tiongkok terkenal yang melakukan beberapa penjelajahan antara tahun 1405 hingga 1433.
Biografi
Cheng
Ho adalah seorang kasim Muslim yang menjadi orang kepercayaan Kaisar
Yongle dari Tiongkok (berkuasa tahun 1403-1424), kaisar ketiga dari
Dinasti Ming. Nama aslinya adalah Ma He, juga dikenal dengan sebutan Ma
Sanbao, berasal dari provinsi Yunnan. Ketika pasukan Ming menaklukkan
Yunnan, Cheng Ho ditangkap dan kemudian dijadikan orang kasim. Ia
adalah seorang bersuku Hui, suku bangsa yang secara fisik mirip dengan
suku Han, namun beragama Islam.
Cheng
Ho berlayar ke Malaka pada abad ke-15. Saat itu, seorang putri
Tiongkok, Hang Li Po (atau Hang Liu), dikirim oleh kaisar Tiongkok
untuk menikahi Raja Malaka (Sultan Mansur Shah).
Pada
tahun 1424, kaisar Yongle wafat. Penggantinya, Kaisar Hongxi (berkuasa
tahun 1424-1425, memutuskan untuk mengurangi pengaruh kasim di
lingkungan kerajaan. Cheng Ho melakukan satu ekspedisi lagi pada masa
kekuasaan Kaisar Xuande (berkuasa 1426-1435).
Penjelajahan
Cheng Ho melakukan ekspedisi ke berbagai daerah di Asia dan Afrika, antara lain:
VietnamTaiwanMalaka / bagian dari Malaysia
Sumatra / bagian dari Indonesia
Jawa / bagian dari Indonesia
Sri LankaIndia bagian Selatan
PersiaTeluk PersiaArabLaut Merah, ke utara hingga Mesir
Afrika, ke selatan hingga Selat Mozambik
Karena
beragama Islam, para temannya mengetahui bahwa Cheng Ho sangat ingin
melakukan Haji ke Mekkah seperti yang telah dilakukan oleh almarhum
ayahnya, tetapi para arkeolog dan para ahli sejarah belum mempunyai
bukti kuat mengenai hal ini. Cheng Ho melakukan ekspedisi paling
sedikit tujuh kali dengan menggunakan kapal armadanya.
Armada
Armada
ini terdiri dari 27.000 anak buah kapal dan 307 (armada) kapal laut.
Terdiri dari kapal besar dan kecil, dari kapal bertiang layar tiga
hingga bertiang layar sembilan buah. Kapal terbesar mempunyai panjang
sekitar 400 feet atau 120 meter dan lebar 160 feet atau 50 meter.
Rangka layar kapal terdiri dari bambu Tiongkok. Selama berlayar mereka
membawa perbekalan yang beragam termasuk binatang seperti sapi, ayam
dan kambing yang kemudian dapat disembelih untuk para anak buah kapal
selama di perjalanan. Selain itu, juga membawa begitu banyak bambu
Tiongkok sebagai suku cadang rangka tiang kapal berikut juga tidak
ketinggalan membawa kain Sutera untuk dijual.
Kepulangan
Lukisan Jerapah yang dibawa oleh Cheng Ho setelah ke kembali dari Afrika Timur
Dalam
ekspedisi ini, Cheng Ho membawa balik berbagai penghargaan dan utusan
lebih dari 30 kerajaan - termasuk Raja Alagonakkara dari Sri Lanka,
yang datang ke Tiongkok untuk meminta maaf kepada kaisar Tiongkok. Pada
saat pulang Cheng Ho membawa banyak barang-barang berharga diantaranya
kulit dan getah pohon Kemenyan, batu permata (ruby, emerald dan
lain-lain) bahkan beberapa orang Afrika, India dan Arab sebagai bukti
perjalanannya. Selain itu juga membawa pulang beberapa binatang asli
Afrika termasuk sepasang jerapah sebagai hadiah dari salah satu Raja
Afrika, tetapi sayangnya satu jerapah mati dalam perjalanan pulang.
Rekor
Majalah
Life menempatkan Cheng Ho sebagai nomor 14 orang terpenting dalam
milenium terakhir. Perjalanan Cheng Ho ini menghasilkan Peta Navigasi
Cheng Ho yang mampu mengubah peta navigasi dunia sampai abad ke-15.
Dalam buku ini terdapat 24 peta navigasi mengenai arah pelayaran, jarak
di lautan, dan berbagai pelabuhan.
Cheng
Ho adalah penjelajah dengan armada kapal terbanyak sepanjang sejarah
dunia yang pernah tercatat. Juga memiliki kapal kayu terbesar dan
terbanyak sepanjang masa hingga saat ini. Selain itu beliau adalah
pemimpin yang arif dan bijaksana, mengingat dengan armada yang begitu
banyaknya beliau dan para anak buahnya tidak pernah menjajah negara
atau wilayah dimanapun tempat para armadanya merapat.
Semasa
di India termasuk ke Kalkuta, para anak buah juga membawa seni beladiri
lokal yang bernama Kallary Payatt yang mana setelah dikembangkan di
negeri Tiongkok menjadi seni beladiri Kungfu.
Cheng Ho dan Indonesia
Cheng
Ho mengunjungi kepulauan di Indonesia selama tujuh kali. Ketika ke
Samudera Pasai, ia memberi lonceng raksasa "Cakra Donya" kepada Sultan
Aceh, yang kini tersimpan di museum Banda Aceh.
Tahun
1415, Cheng Ho berlabuh di Muara Jati (Cirebon), dan menghadiahi
beberapa cindera mata khas Tiongkok kepada Sultan Cirebon. Salah satu
peninggalannya, sebuah piring yang bertuliskan ayat Kursi masih
tersimpan di Keraton Kasepuhan Cirebon.
Pernah
dalam perjalanannya melalui Laut Jawa, Wang Jinghong (orang kedua dalam
armada Cheng Ho) sakit keras. Wang akhirnya turun di pantai Simongan,
Semarang, dan menetap di sana. Salah satu bukti peninggalannya antara
lain Kelenteng Sam Po Kong (Gedung Batu) serta patung yang disebut Mbah
Ledakar Juragan Dampo Awang Sam Po Kong.
Cheng Ho juga sempat berkunjung ke Kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan raja Wikramawardhana.
Perbandingan antara kapal jung Cheng Ho ("kapal harta") (1405) dengan kapal "Santa Maria" Colombus (1492/93).